Footprints

When GOD opened the window of HEAVEN, HE saw me & ask, "What you wish for today?..." I said, "LORD... please take care of the person who read this message"

Cukup Sekali Aku Mati Bagimu

| 10 April 2009 |


Suatu hari di tepi danau Tiberias, Yesus tampak duduk makan bersama dengan murid-muridnya. Ajaibnya aku juga berada disana, diantara mereka!! Entah bagaimana caranya aku bisa berada disana. Tetapi aku rasa, keberadaanku bukan masalah besar bagi mereka. Buktinya mereka bisa menerima kehadiranku tanpa banyak bertanya. Aku pun sepertinya telah terbiasa bergaul dengan mereka. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan bukan?

Tiba-tiba aku merasa sedih. Ada sesuatu di dalam dadaku yang rasanya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Aku bukan salah satu dari mereka. Aku bukan nelayan, juga bukan salah satu dari 12 murid Yesus.

Tetapi, aku beroleh kehormatan untuk berada disana. Tepat di saat-saat terakhir Yesus bersama kami,. Sebenarnya aku tak tahu mengapa aku berasa disana. Meskipun merasa sedikit canggung, tetapi aku dapat dengan mudah beradaptasi dengan mereka. Walaupun aku bukan nelayan, tetapi tanganku kelihatan ahli dalam menggunakan jala.

Malam itu semua orang bersikap dingin kepadaku. Entah mengapa semua mata orang yang hadir saat itu tertuju kepadaku. Aku tidak terbiasa diperlakukan seperti itu, karena itu aku segera beranjak dan duduk disamping Yesus, aku ingin memperoleh rasa aman itu. Aku ingin menjauh dari orang-orang yang menilaiku.

Aku mengambil sepotong ikan dan mulai membakarnya. Saat aku sibuk membalik-balikan ikan yang setengah matang itu… tiba-tiba Yesus melontarkan pertanyaan yang tak terpikirkan olehku, “ Apakah engkau mengasihi aku? “

Aku terdiam. Tanganku berhenti bekerja. Aku menatap sosok di hadapanku dengan heran.

“ Mengapa , engkau bertanya seperti itu kepadu Tuhan?”, batinku. Tetapi karena Ia bertanya, aku berusaha memberi jawaban sebaik mungkin.

“Tentu saja, Tuhan! Aku mencintaimu!”

“Gembalakanlah domba-domba-Ku!”

Aku tersentak. Hatiku berdesir. Seketika itu aku dihinggapi perasaan kalut. Sepertinya aku pernah mendengar pertanyaan itu. Tetapi dimana? Aku terlalu sibuk berpikir dan mereka-reka hingga tak menyadari bahwa saat itu murid-murid yang lain menatapku dan bersbisik-bisik.

“Apakah engkau mengasihi Aku?”.

Untuk ketiga kalinya Ia kembali bertanya kepadaku. Aku tak tahan lagi. Tangisku semakin tak terbendung. Mengapa aku? Mengapa aku yang didesak dengan pertanyaan-pertanyaan itu? Apa bedanya aku dengan murid-murid yang lain yang berada disitu? Aku benar-benar frustasi. Tiba-tiba aku mendengar Yakobus dan Andreas menatapku berbisik lirih sambil menatap kepadaku.

“Guru menanyainya tiga kali karena ia menyangkal Guru tiga kali!”

Aku tersentak. Apa? Aku menyangkal Yesus tiga kali? Kapan? Dimana? Seingatku aku tidak pernah menyangkalinya. Simon Petruslah yang melakukan penyangkalan itu. Bukan aku!! Tetapi tunggu dulu… ah, tidak…! Aku baru ingat sekarang. Tiga pertanyaan yang yesus lontarkan kepadaku tadi adalah pertanyaan yang sama yang ia lemparkan kepada Simon 2000 tahun yang lalu… disini! Di tepi danau Tiberias! Didorong oleh rasa kalut, aku berlari menuju danau Tiberias.

Setengah takut aku mencoba mencari tahu dengan bercermin pada kedalaman danau tersebut. Dan … akh!! Apa yang aku lihat benar-benar membuatku shock!! Jantungku berdegup kencang. Mataku berkunang-kunang. Kepalaku pening. Lututku gemetar.

“Tidak, tidak mungkin! Aku bukan Simon Petrus, bukan!!”

Kembali aku menangis. Antara penyesalan dan ketidakmengertian bercampur menjadi satu. Aku tenggelam dalam tangis sampai sepasang tangan yang kuat, yang sangat aku kenal mengukuhkanku dan membisikan sebaris kalimat ke telingaku.

“Cukup sekali Aku mati bagimu, anak-Ku! Cukup sekali! Sekarang bukan saat lagi untuk menangis atau menyesali diri. Berhentilah menangis! Berpalinglah kepada-Ku! Jangan jauh-jauh dari-Ku!” katanya lembut.

Aku tertegun sejenak. Tetapi diantara linangan air mata. Aku melihat sebuah janji yang indah dimata-Nya, “Aku akan senantiasa bersamamu.”

Hari itu juga aku memperbaharui komitmenku kepadanya. Bukan sekedar janji yang Ia tawarkan… tetapi realita yang mau tak mau harus aku jalani. Krrriiiinnnggg …. Nnggggnngg … aku tersentak. Secara otomatis aku meraih jam wekerku dan mematikan alarmnya. Jam 2 pagi! Uh! Dimana aku? Dimana Yesus dan murid-murid lainnya? Ya ampun… ternyata aku lagi bermimpi!

CUKUP SEKALI AKU MATI BAGIMU

Berapa kali Yesus harus mati bagi kita? Dan harus berapa kali kita menyangkalnya? Mungkin anda tidak pernah merasa menyangkalinya. Saya juga pernah merasa hal yang sama dengan anda. Saya pernah terjebak dengan anggapan bahwa Petruslah yang menyangkali Yesus dan Yudaslah yang berkhianat kepada Yesus.

Sampai suatu hari pikiran saya dibukakan oleh Roh Kudus. Tanpa saya sadari, kadangkala ada sifat pengecut Petrus dalam diri kita. Meskipun kita lolos dari dosa Yudas (kalau berkhianat bisa dikategorikan dosa), tetapi jujur saja kalu kadangkala kita melakukan penyangkalan yang sama seperti yang Petrus lakukan dulu.

Pernahkah anda terpaksa mengambil sikap diam, padahal orang disekeliling anda membutuhkan Yesus? Mengapa anda diam? Karena anda satu-satunya orang Kristen disana, atau karena anda tidak fasih bicara? Ketahuilah , bila alasan anda sesederhana Petrus itu berarti kasih karunia yang sama, yang Yesus berikan kepadanya, akan anda terima juga!

Tahukah anda, Petrus pernah kehilangan iman kepercayaanya kepada Yesus karena takut. Sebuah alasan yang sederhana untuk memulai sebuah penyangkalan, bukan? Tetapi hal-hal sederhana seperti itulah yang tidak pernah ikta pikirkan sebelumnya. Rasa takut itulah yang selau berhasil memaksa orang Kristen menyangkali imannya.

Tetapi, apa yang terjadi ketika Yesus mati di kayu salib? Mata Petrus benar-benar terbuka. Ia tahu bahwa Yesus sangat mengasihinya. Oleh karena itu mengapa beberapa waktu kemudian, ia berani berkhotbah tentang Yesus di serambi Salomo. Dan sungguh luar biasa ! Roh kudus yang ada di dalam dirinya memberikan kekuatan ekstra untuk mengalahkan ketakutannya. Hasilnya sungguh nyata, 3000 orang yang ia bawa kepada Yesus.

Selalu ada kesempatan kedua! Jadi jangan takut! Jika cintanya begitu mempengaruhi kita, sehingga kita sulit untuk berpaling darinya, itu berarti saat bagi kita untuk mulai bekerja. Sehinga Yesus tak perlu berkata kepada kita, “Cukup sekali Aku mati bagimu!”

Marilah kita menunjukan penyesalan kita, atas penyangkalan kita kepada-Nya, bukan dengan menangis dan menyesali diri. Tetapi dengan bangkit dari kegagalan kita dan mulai melayani-Nya.



5 komentar:

armand mengatakan...

saya tertempelak dengan postingan yang satu ini... sering kali tanpa sadar saya juga menyalibkan Yesus yang kedua kalinya... Tuhan ampuni aku... Thx

Ari Tampan mengatakan...

terima kasih Tuhan Kau mau mati untukku.. dan aku berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik lagi dengan bangkit dari kegagalan seperti Simon petrus yan bisa kau pakai secara luar biasa

admin cg wonorejo mengatakan...

terima kasih Tuhan untuk teguranmu... itu berarti Engkau masih mengasihiku

holic mengatakan...

great the Lord...

ochez mengatakan...

Besarlah Tuhan..puji Dia besarlah Tuhan...
Kau sungguh Allah yg pnh kasih,yg mau menegurQ untuk tidak menyalibkanMu utk k2 klinya...Thx God..

Posting Komentar

followers

Archive