Footprints

When GOD opened the window of HEAVEN, HE saw me & ask, "What you wish for today?..." I said, "LORD... please take care of the person who read this message"

PERJUANGAN UNTUK SEBUAH ALKITAB

| 21 Oktober 2010 |


Pernahkah anda membayangkan kalau Alkitab yang tersedia dalam bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani (Hebrew). Kira-kira bacaannya seperti ini …

b.rashith bra aleim ath e.shmim u.ath e.artz u.e.artz either theu u.beu u.chshk ol-phni theum u.ruch aleim mrchphth ol-phni e.mim

Wah pasti kita ‘keleyengan’ deh.. Padahal kalau diterjemahkan, dengan gampang kita akan mengerti arti ayat diatas yang diambil dari Kejadian 1:1-2. Bayangkan.. Baca Perjanjian Lama dalam bahasa ibu kita aja, seringkali bingung, apalagi kalau harus baca text aslinya? Untuk ayat diatas, paling nggak harus 18 kali buka kamus Hebrew (Ibrani). Sama juga kasusnya dengan 27 Bab yang ada di Perjanjian Baru. Pejanjian Baru yang seringkali menjadi preferensi untuk pertama kali dibaca bagi yang ingin mendalami Alkitab (karena mungkin lebih mudah dicerna) tidak lagi menjadi kitab favorit. Kenapa? Puyeeengggg… Karena kalau harus baca dalam bahasa asli, berarti teman-teman harus fasih bahasa Yunani (Greek). Contoh ni.. Coba baca deh…

houtOs gar EgapEsen ho theos ton kosmon hOste ton huion autou ton monogenE edOken hina pas ho pisteuOn eis auton Me apolEtai all echE zOEn aiOnion

Apaan tuh? Kok kayak rumus Fisika? Padahal itu kutipan bacaan ayat emas kita Yohanes 3:16. Untuk bisa mengerti ayat favorit kita ini, harus 24 kali buka kamus Greek (Yunani). Itu baru 1 ayat. Gimana kalau harus baca 27 Bab? OMG (Oh May God). Menyerah deh.. Jadi, kita adalah orang-orang yang beruntung, karena bisa dengan mudah membaca Alkitab dengan bahasa yang kita mengerti. Ingin mendalaminya lebih lagi dan mengerti bahasa aslinya? No problem! Karena ada banyak Dictionari (kamus) atau Concordance yang akan menolong kita. Kalau begitu, berarti kita harus berterima kasih kepada penerjemah Alkitab. Ada peribahasa yang mengatakan. “BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI PAHLAWANNYA”. Lewat artikel kali ini, saya ingin mengajak anda mengenal orang-orang yang berjasa menterjemahkan Alkitab, pada masa-masa yang tidak mudah.

Alkitab dianggap perlu diterjemahkan karena perubahan bahasa sehari-hari yang digunakan kalangan Yahudi pada masa itu. Terjemahan Alkitab dari bahasa Ibrani pertama kali dilakukan pada masa 200 tahun BC (sebelum Kristus lahir). Karena pada masa itu Kerajaan Yunani yang berkuasa, dan bahasa sehari-hari adalah bahasa Yunani, maka semakin banyak orang Yahudi yang tidak bisa lagi berbahasa Ibrani. Sehingga Alkibab Perjanjian Lama (PL) pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Ketika Kerajaan Romawi ganti berkuasa, maka sebagian masyarakat pada masa itu menggunakan bahasa Latin, dan sebagian lagi bahasa Yunani. Alkitab pun diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, pada tahun 404 AD, oleh Jerome, seorang terpelajar yang menguasai bahasa Ibrani dan Yunani.

Hasil terjemahannya (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) disebut dengan Alkitab Latin Vulgate, yang kemudian dijadikan Alkitab resmi oleh Gereja Roma Katolik selama 1000 tahun. WE PAID THE BIBLE FOR THOUSANDS RUPIAH (only), BUT THEY PAI THE BIBLE WITH THEIR LIVES. (Kita mendapatkan sebuah Alkitab hanya dengan sekian puluh ribu rupiah, tetapi mereka mendapatkannya dengan nyawanya).

JOHN WYCLIFFE

John Wycliffe yang dikenal dengan sebutan “the morning star of the Reformation”, adalah orang pertama menterjemahkan Alkitab di dalam bahasa Inggris (dari Alkitab Latin Vulgate) dan memproduksinya di tahun 1382. Ia melakukannya 1 abad sebelum reformasi Martin Luther di Jerman. Pada saat itu, pengajaran gereja sudah sangat jauh bergeser dari pengajaran Alkitab yang sebenarnya, dan John Wycliffe, seorang professor Oxford sekaligus theologian sangan menentang hal itu. Wycliffe percaya bahwa Alkitab dalah Roti Kehidupan dan sumber keselamatan orang percaya. Sehingga ia rindu semua orang Kristen awam dapat membacanya dengan bahasa yang mereka mengerti. Dengan bantuan beberapa orang sahabatnya yang ingin “Back To The Bible”, Wycliffe memproduksi Alkitab berbahasa Inggris edisi Perjanjian Baru (PB). Dan karena pada masa itu belum ditemukan mesin printing, maka semua lembar Alkitab itu ditulis tangan!!. Bayangkan.. Untuk menulis tangan sebuah Alkitab Perjanjian Baru dibutuhkan waktu sebulan. Akibatnya tentu saja harga sebuah Alkitab menjadi sangat mahal. Saat itu, banyak orang yang haus membaca Firman Tuhan, tetapi karena harganya yang sangat mahal sangat sedikit yang mampu membelinya. Sehingga ada yang rela membayar cukup mahal agar bisa membaca Alkitab “selama 1 atau 2 jam” karena tidak mampu membeli 1 buku utuh. Bayangkan rela membayar untuk bisa meminjam Alkitab dengan waktu baca hanya 1 atau 2 jam saja. Begitu haus.

Bandingkan dengan Alkitab kita di masa kini yang sangat gampang diperoleh, dan mungkin kita punya beberapa edisi di rumah (ada yang covernya LV, ELLE, leather, Rainbow Edition), tapi tergeletak disudut rak, dan jarang disentuh. Atau hanya membawanya seminggu sekali saat akan ke gereja. Kalau orang percaya yang hidup di abad ke 13 melihat kondisi ini mungkin mereka akan menangis, karena di abad lalu mereka begitu haus membacanya, tapi tidak bisa memilikinya. Pemimpin gereja saat itu sangat tidak senang dengan pengajaran Wycliffe dan penterjemahan yang dilakukannya, sehingga 30 tahun setelah Wycliffe meninggal dikeluarkan larangan menbaca Alkitab edisi bahasa Inggris. Yang ketahuan melanggar, akan disita harta bendanya, bahkan bisa kehilangan nyawa. Tak cukup sampai disitu, 44 tahun setelah Wycliffe meninggal, pemimpin Gereja saat itu memerintahkan kuburan Wycliffe digali, kemudian tulang belulangnya dibakar dan abunya ditebarkan di sungai. Mereka memperlakuan Wycliffe bak seorang yang terkutuk.

JOHN HUS

John Hus, seorang reformator agama dari Ceko, mengikuti jejak Wycliffe. Ia sangat menentang larangan dari Pemimpin Gereja yang mengancam akan mengeksekusi semua orang yang memiliki Alkitab di luar bahasa Latin. Dengan semangat John Hus mempromosikan apa yang sudah Wycliffe lakukan, yaitu agar pengajaran gereja kembali Back to The Bible dan agar semua orang diperbolehkan memiliki Alkitab dalam bahasa yang mereka mengerti. Tahun 1415, John Hus dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Dan lembar-lembar kertas Alkitab yang diterjemahkan Wycliffe digunakan untuk mengobarkan api yang merenggut nyawanya. Apa kalimat terakhir John Hus? “in 100 years, God will raise up a man whose calls for reform cannot be suppreseed.” (dalam 100 tahun, Allah akan membangkitkan seseorang yang terpanggil untuk reformasi dan tidak ada yang bisa menahannya).

Dan Tuhan menggenapi nubuatan John Hus, dengan membangkitkan Martin Luther, seorang tokoh Reformasi Gereja dari Jerman, pada tahun 1517. Pada tahun 1517 itu juga, Foxe’s Book of Martyrs mencatat di Inggris ada 7 orang dibakar karena mengajarkan anak-anak mereka mengucapkan doa Bapa Kami dalam bahasa Inggris dan bukan bahasa Latin. Tapi reformasi tidak bisa dibendung lagi. Ada banyak lagi orang-orang yang luar biasa yang rela membayar harga dengan nyawa mereka sendiri, hanya agar Alkitab bisa dibaca dengan dimengerti banyak orang. William Tyndale, John Rogers, Thomas Cranmer, (ketiga-tiganya juga dihukum bakar).

Law of Scarcity (hukum kelangkaan) menyatakan “apabila sesuatu yang kita inginkan tersedia dalam suplai yang terbatas maka value dari benda yang kita inginkan itu akan meningkat’. Hal ini akan berdampak kepada meningkatnya jumlah orang-orang yang menginginkan sesuatu yang langka tersebut. Saya jadi teringat film “Book Of Eli”. Dalam film tersebut diceritakan bagimana seorang penguasa sebuah kota yang sangat kejam, rela menukarkan apapun yang dimilikinya demi sebuah buku yang dibawa oleh Eli (diperankan oleh Denzel Washington). Eli berjuang melindungi buku itu dengan nyawanya. Dan diakhir cerita baru saya tahu ternyata buku itu adalah sebuah Alkitab. Langka, hanya ada 1 dimuka bumi, maka dicari-cari sampai kemanapun. Walaupun akhirnya Alkitab itu bisa direbut sang penguasa, tapi ia hanya bisa tertunduk lunglai karena ternyata tulisan didalamnya menggunakan huruf Braille (untuk tuna netra, dan tak seorangpun dikota itu yang bisa membacanya). Betapa pentingnya Alkitab mengunakan edisi bahasa dan huruf yang kita mengerti. Saya merenungkan, kenapa ya dulu ornang-orang begitu haus membaca Firman Tuhan? Sementara dimasa kini, dimana Alkitab dengan mudah dapat diperoleh, kehausan unuk membacanya tidak seperti dulu lagi. Saya percaya bukan karena langka maka mereka haus, tapi karena rindu hidup dalam kebenaran Firman Tuhan.

Tuhan berkata “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu.” (Matius 24:35). Oleh karena itu, membaca Alkitab adalah hal yang penting untuk dilakukan. Segala sesuatu akan binasa, tapi Firman Tuhan kekal selamanya. Langka atau tidak langka, biarlah kita selalu punya kehausan untuk membaca dan hidup didalamnya. Teks Alkitab berbahasa Indonesia sudah ada sejak tahun 1612. Menurut Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), waktu yang dibutuhkan untuk menterjemahkan Alkitab Perjanjian Lama adalah sekitar 5-6 tahun, sedangkan Perjanjian Baru 4-5 tahun. Berarti total waktu yang dibutuhkan untuk menterjemahkan sebuah Alkitab mencapai 10-11 tahun. Bukan waktu yang singkat. Belum lagi harga yang harus dibayar oleh para hamba-hamba Tuhan yang menterjemahkan, rela meninggalkan kehidupan yang nyaman demi Alkitab tersebut bisa ada ditangan kita dengan bahasa yang kita mengerti. Jangan biarkan pengorbanan mereka sia-sia. Dulu, orang rela membayar dengan harga yang sangat mahal hanya demi bisa membaca Alkitab 1 atau 2 jam saja. Bagaimana dengan kita sekarang? Bahkan keadaan sudah begitu modern sehingga Alkitab pun sudah manunggal dengan handphone yang kita miliki, bisa dibaca kapan saja, dimana saja. Jangan biarkan kehausan itu sirna. Apakah kita bersyukur atas Alkitab ditangan kita? Dan untuk harga yang telah mereka bayar sehingga kita dapat memilikinya?



0 komentar:

Posting Komentar

followers

Archive